HOME

Selasa, 26 Januari 2016

SASTRA LISAN “BAGURAU”



LAPORAN PENELITIAN
SASTRA LISAN “BAGURAU”
DI RRI PRO-4 BUKITTINGGI


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV (EMPAT)
DELMA WISKA                    (1310741011)
NOLA SARI
ENGLA PERMATA SARI
FAUZIA RAHMI
AFDAL ZIKRI
MUHAMAD IKHWAN
HARRI SEPTIAN

SASTRA DAERAH MINANGKABAU
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
Sastra Lisan Minangkabau
“Bagurau”
Oleh
Delma Wiska, Nola Sari, Engla Permata Sari, Fauzia Rahmi,
Afdal Zikri, Muhamad Ikhwan,dan Harri Septian.

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kebudayaan merupakan wujud dari usaha manusia yang sudah berusaha menggali potensi demi melanjutkan kehidupan. Budaya diciptakan karena hal tersebut adalah kebutuhan dari manusia. Kebudayaan sebagai suatu kebutuhan manusia, memiliki arti penting dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi kontrol bagi masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Indonesia sendiri memiliki beragam kebudayaan, yang disetiap daerah dengan daerah lainnya memiliki kebudayaan yang khas dan berbeda dengan yang lainnya.
Sastra lisan merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Di Minangkabau sendiri, di setiap daerahnya memiliki sastra lisan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan banyak hal, mulai dari kebutuhan, faktor geografis dan faktor lainnya. Sastra lisan Minangkabau mempunyai semacam arogansi nagari, artinya suatu genre yang terdapat di suatu daerah tidak biasa dikembangkan didaerah lainnya, tetapi daerah lain itu dapat mengapresiasi genre itu dengan baik, bahkan mengundangnya untuk dipertunjukkan didaerahnya (yang bukan daerah asalnya). Contoh dendang pauh  , genre ini hanya dikembangkan di Padang khususnya di daerah  Pauah, akan tetapi mansyarakat minang mengapresiasikan hampir merata. Oleh karena itu, orang bersedia mengundang dendang pauah ke nagarinya. Walaupun mereka dapat mendendangkan dendang pauah tersebut tetap ada konsep bahwa dendang pauah tersebut milik orang Padang. (Adriyetti Amir, dkk:2006:43-44)
Sastra lisan Minangkabau biasanya dapat disaksikan di lingkungan masyarakat pada malam hari, karena pada malam harilah masyarakat yang bisa meluangkan waktu setelah bekerja seharian. Namun sekarang sastra lisan Minangkabau hampir-hampir seremonial yaitu dikeluarkan dan disampaikan hanya pada waktu upacara tertentu (Jamil Bakar:1981:1). Seperti halnya sastra lisan bagurau di Bukittinggi, dapar disaksikan pada setiap minggu pertama pada awal bulan yang diselenggarakan oleh RRI (Radio Repulbik Indonesia) di Bukittinggi. Adanya bagurau ini merupakan salah satu program yang dicetuskan oleh RRI pro-4 Bukittinggi. Program ini diadakan salah satu upaya dari pelestarian sastra lisan Minangkabau, agar tetap bisa dinikmati oleh penikmat dan masyarakat.
Program tersebut juga penulis saksikan pada awal Desember, tepatnya 07 Desember 2015. Hal ini bertujuan untuk mengetahui, menyaksikan, meneliti, mendapatkan data dan informasi tentang sastra lisan  bagurau ini.  Berdasarkan uraian diatas penulis akan membahas tentang sastra lisan bagurau dengan pendekatan fungsional.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang telah diuraikan, masalah yang akan dibahas yaitu penerapan teori fungsional terhadap sastra lisan bagurau di RRI pro-4 Bukittinggi.
1.3.Tujuan
Dari rumusan masalah di atas. Penulis memiliki tujuan dari tulisan ini yaitu, untuk menjelaskan, mengetahui tentang bagaimana penerapan teori fungsional terhadap sastra lisan bagurau.


PEMBAHASAN
2.1. Landasan Teori
Teori yang penulis pakai yaitu teori fungsional atau fungsi. Teori fungsi dipelopori oleh para ahli folklor, yaitu William R. Bascom, Alan Dundes, dan Ruth Finnegan. Masing-masing ahli ini memilki pandangan yang berbeda-beda. Menurut William R. Bascom sastra lisan memilki empat fungsi, yaitu:
1.      sebagai sebuah bentuk hiburan (as a form of amusement)
2.      sebagai alat pengesahan pranata-pranata  dan lembaga kebudayaan (it plays in validating cultur, in justifying its rituals and insitution to those who perform and observe them)
3.      sebagai alat pendidikan anak-anak (it plays in education, as pedagogical device)
4.      sebagai alat pemaksa dan pengawaws agar norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektivanya (maintaining conformity to the accepted patterns of behavior, as means of applying social pressure and exercising social control).
Namun menurut Alan Dundes menyatakan beberapa fungsi folklor, yaitu:
1.      membantu pendidikan anak muda ( aiding in the education of the young)
2.      meningkatkan persaan solidaritas suatu kelompok (promoting a gruop’s feelling of solidarity)
3.      memberi sangsi sosial agar orang berprilaku baik atau memberi hukuman (providing socially sanctioned way is for individuals to act superior to or to censure other individuals)
4.      sebagai sarana kritik sosial ( serving as a vehicle for social protest)
5.      memberikan sutu pelarian yang menyenangkan dari kenyataan (offering an enjoyble escape from reality)
6.      mengubah pekerjaan ynag membosankan menjadi permainan ( converting dull work into play).
Lain lagi dengan Finnegan beliau berpedanpat bahwa sastra lisan berfungsi sebagai:
1.      senjata yang potensial didalam memperjuangkan kelas sosial (the class strunggel).
2.      Sebagai carter mistis atau sosiologis
3.      Pengeksperisian solidaritas dan kewajiban sosial.
4.      Untuk menekankan kekuasaan atau mengekspresikan pandangan-pandangan minoritas atau kelompok lawan.
5.      Sebagai tindakan sosiabilitas dan sebagai sarana reakreasi setelah bekerja.
(Setya Yuwana Sudikan:2001:109-116)
            Teori dari Finnegan ini dapat dipergunakan untuk mengkaji sastra lisan pada zaman penjajahan di Indonesia. Jadi, teori fungsi ini membahas dan mengkaji tentang bagaimana fungsi dari sastra lisan dalam masyarakat.
2.2. Konsep Bagurau
Bagurau adalah pendendangan pantun-pantun lepas dengan iringan alat musik tiup saluang. Kadang-kadang genre ini disebut juga dengan badendang. Sesuai namanya  bagurau berarti bergurau, dendangan ini dilaksanakan untuk bergurau. Pantun yang digunakan terdiri dari sindir menyindir, keluh kesah, merayu dan lainnya (Adriyetti Amir, dkk:2006:47).
Bagurau merupakan pertunjukan tradisi yang melibatkan partisipasi penonton atau khalayak. Dalam pertunjukkan bagurau dilakukan oleh beberapa pedendang (bisa satu, dua, atau tiga orang pedendang, dan seterusnya) dan pemain saluang. Namun, pada sekarang ini juga diiringgi dengan orgen, hal ini diungkapkan oleh narasumber yang berprofesi sebagai pendendang yaitu Ayu Molai. Dalam acara bagurau samalam suntuak di RRI pro-4 Bukittinggi terdapat empat orang pedendang, satu orang pemain saluang, satu orang pemain orgen dan satu orang tukang hoyak. Tukang hoyak sama dengan pembawa acara dalam bagurau, ia akan membacakan dan mengatur jalannnya bagurau dengan tuturan-tuturan yang ia ucapkan. Bagurau biasa dilakukan pada malam hari,biasanya mulai sekitar jam 22.00 Wib sampai jam 03.00 Wib, namun pada pertunjukkan di RRI pro-4 Bukittinggi dipercepat menjadi jam 21.00 Wib dikarenakan banyak faktor.
Sesuai dengan yang penulis saksikan bagurau yang dilaksanakan  RRI pro-4 Bukittinggi. Bahwa dalam pertunjukkan bagurau  lagu atau pantun-pantun yang akan dilontarkan atau diucapkan oleh pedendang dapat dipesan. Caranya dengan menuliskan apa yang dikehandaki dan membayar atau bisa menyelipkan uang  pada kertas tersebut dan diberikan pada tukang hoyak, disinilah terlihat partisipasi atau keikutsertaan penonton (khalayak) dengan pertunjukkan ini.  Dalam pertunjukkan tersebut topik yang dibahas bermacam-macam, mulai dari tentang berita terhangat pada saat itu dan lainnya. Topik gurauan yang dipakai pada satu pertunjukkan bisa banyak, sesuai dengan  pesan dari pendengar. Pesan dari pendengar nanti akan dijawab oleh pedendang dengan lagu-lagu atau pantun yang dinyanyikan. Didalam pesan tersebut khalayak bisa meminta apa saja, seperti me-request lagu, berpantun, bertanya kepada pedendang, bertanya pada tukang hoyak dan lainnya.
Seorang pedendang biasanya memiliki buku, dimana dalam buku tersebut tertulis pantun-pantun (lagu) panjang, seperti lagu kinali, pantun mangun-mangun, pantun singgalang dan lainnya, dan selanjutnya pantun ini dinyanyikan. Lagu-lagu ini bisa di reguest oleh khalayak dengan menulis pesan di kertas. Pesan yang ditulis oleh khalayak pada kertas yang telah disediakan nanti akan dijawab oleh pedendang dengan pantun secara spontan.
Pantun atau lagu yang dimainkan akan menimbulkan candaan, tawa dan kesenangan tersendiri oleh khalayak. Memang inilah salah satu  fungsi dari adanya sastra lisan yang ber-genre bagurau ini,  untuk menghibur  masyarakat. Sesuai dengan yang penulis saksikan yang menghadiri dan menyaksikan bagurau samalam suntuak  ini kebanyakan adalah kaum laki-laki terutama bapak-bapak, hanya beberapa orang dari kaum perempuan dan sedikit kaum muda yang menyaksikan.
2.3. Penerapan Teori Fungsi pada Sastra Lisan Bagurau
Fungsi pertunjukan Sastra Lisan seperti, sebagai alat pendidikan pada masyarakat, sebagai alat untuk silaturahmi, sebagai alat penyampai protes, sebagai alat pemaksaan tegaknya norma (kontrol sosial), sebagai penyalur pendapat dan lainnnya. Fungsi-fungsi diatas berlaku juga untuk sastra lisan bagurau, yang dilaksanakan di RRI pro-4 Bukittinggi, tanggal 07 Desember 2015.
Sebagai alat pendidikan pada masyarakat. Bagurau sebagai sarana pendidikan masyarakat, pesan-pesan pendidikan ini tersirat, hal ini dapat dilihat dari lirik-lirik pantun yang didendangkan oleh pedendang dan pesan dari khalayak.  Dalam liriknya dapat kita lihat ada pengajaran bagaimana tutur atau bahasa orang Minang seharusnya. Dimana masyarakat Minangkabau terkenal akan sopan santun dalam berbicara, seperti pantun berikut:
Cupak panuah gantang balanjuang
Ka cupak urang ka tigo luhak
Jatuah ka Alam Minangkabau
Hanyo sambah salam dianjuang
Rila jo maaf kami mintak
Ukua jo jangko kok talampau
Dari enam baris pantun ini bisa kita lihat bahwa, tuturan yang didendangkan oleh pedendang sangat sopan, mulai dari sambah salam sampai pada permohonan maaf  (Hanyo sambah salam dianjuang dan Rila jo maaf kami mintak). Dari sini bisa dilihat bahwa hal ini bisa dijadikan pelajaran, sikap dan tuturan orang Minang haruslah sopan dan mengajarkan keramahan berbahasa. Sehingga dengan adanya pengajaran yang seperti ini tidak ada orang yang tersakiti oleh ucapan orang lain.
Selain itu pesan tersirat dalam hal pendidikan bisa kita lihat pada bidang agama, dimana terdapat lirik-lirik pantun yang berhubungan dengan itu. Seperti pada lirik:
Pado iduik maracun hati
Labiah elok sarahan ka nan satu..oiiii...oiiii
Selanjutnya pesan dari khalayak, yang berbunyi:
Pantun ditujukan ka nan basamo
.......dalam syarak lai basuo
Layia kadalam undang-undang
Adat jo syarak lai bajawek
Dalam paraturan lai basuo
Dilarang bamain judi
Nan labiah bana hiduik takabua
Bajua bali nan disuruah dalam slam
Sapanjang iko pituahnyo
Pesan diatas sangat jelas sekali, bahwa kepada yang satu kita berserah diri (Labiah elok sarahan ka nan satu) dan pantangan serta suruhan dalam islam dijelaskan dalam pesan diatas.
Selanjutnya sastra lisan bagurau sebagai hiburan masyarakat. Sepanjang hari sibuk akan aktivitas keseharian, masyarakat tentu butuh hiburan atau refresing. Dengan itu terciptalah sastra lisan bagurau ini, dari namanya saja “bagurau berarti bergurau (berkelakar). Dari adanya sastra lisan bagurau ini terciptalah tawa dan canda, tawa dan canda ini bisa dilihat dari berbalas pantun antara pendendang, tukang hoyak dengan khalayak (masyarakat yang menyaksikan pertunjukkan) ataupun balas pantun antara khalayak dengan khalayak yang nanti pantun ini akan dibacakan oleh tukang hoyak. Seperti pesan yang dibacakan oleh tukang hoyak dari khalayak yang berbunyi,
Dari .....
Bapasan ka pak dosen Khairil Anwar malalui pantun
Lah duo musim bungo mawar
Ditanam pukua satu
Kaempek jo siburuang pipik
Bapasan ka pak dosen khairil anwar
Kalau bang indra jadi guru
Raso bagulo kopi paik
Pesan diatas adalah salah satu pesan yang menimbulkan canda tawa khalayak pada kata-kata Kalau bang indra jadi guru, raso bagulo kopi paik, kenapa menimbulkan tawa? Karena biasanya gula terasa manis, dan jika bang indra menjadi guru berarti bakcando rasa gula seperti kopi yang pahit.
Selanjutnya ada pesan dari khalayak, yang berbunyi:
........sajak bang indra jadi dosen, banyak mahasiswanyo S3 di Mentawai, karajonyo sabananyo mambuek toga.
Selanjutnya,
Salam untuak dunsanak kasadonyo, salamek bagurau samalam suntuak, dipapanjang lagu nan sabanta ko dek uni yang babaju batiak. Salam untuak uni nan babaju batiak kamek uni nampak dek awak, uni sarupo antena tivi nampak dek awak, kok ndak ado uni kabua panangan adiak deknyo uni.
Pesan diatas juga menimbulkan tawa saat pertunjukan di RRI pro-4 Bukittinggi.
Fungsi selanjutnya sebagai pengikat silaturahmi sesama pagurau. Hal ini sangat terlihat saat pertunjukkan bagurau, dimana semua khalayak duduk bersama, berbincang-bincang dan menikmati pertunjukan tanpa melihat adanya perbedaan. Selain itu, dalam pertunjukan ini bertema:
“Bagurau samalam suntuak, melalui bagurau kito jalin silaturrahmi sasamo urang pagurau”
Dari tema ini saja bisa kita tafsirkan bahwa bagurau ini berfungsi sebagai jembatan mempererat silaturrahmi sesama pegurau. Dan dengan adanya tawa dari para khalayak juga mempererat silaturrahmi dengan sesamanya. Sehingga setiap ada pertunjukkan bagurau khalayak senantiasa hadir dan bertemu dengan sesama pecinta bagurau dan menikmati pertunjukan.
Fungsi lainnya yaitu sebagai protes sosial atau kritik sosial dan ungkapan pendapat dari khalayak terhadap isu-isu yang berkembang. Sepeti pada pertunjukan di RRI pro-4 Bukittinggi yang juga membahas tentang partai-partai. Partai-partai ini disebutkan dan menjadi gurauan karena dua hari lagi akan dilaksanakan PEMILU sehingga topik pemilu juga hadir dalam pertunjukan di RRI pro-4 Bukittinggi.
Itulah sedikit dari banyaknya fungsi yang bisa dilihat dari pertunjukkan bagurau , khususnya di RRI pro-4 Bukittinggi. Sangat banyak makna tersirat dalam pertunjukkan bagurau.




Keterangan: Dokumentasi pertunjukan bagurau di RRI pro-4 Bukitinggi,
        Senin, 07 Desember 2015.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bagurau adalah salah satu sastra lisan yang ada di Minangkabau. Didalam pertunjukkan bagurau terdapat pedendang, tukang hoyak, pemain saluang dan kini juga disertai dengan pemain orgen. Bagurau biasa dimulai dari pukul 21.00 Wib sampai 03.00 Wib. Dalam tulisan ini menggunakan teori fungsi, dimana teori ini mengkaji tentang fungsi-fungsi yang terdapat dalam pertunjukan bagurau. Fungsi-fungsi bagurau ini sangat banyak, seperti sebagai saran pendidikan, sebagai sarana hiburan, dan sebagai sarana protes sosial.
3.2. Kritik dan Saran
Dengan adanya tulisan ini semoga ada penelitian lebih lanjut mengenai topik ini. Penulis menyadari dalam tulisan ini terdapat banyak kesalahan , baik dalm penyusunan maupun penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar sempurnanya tulisan ini.
3.3. Informan
Nama Informan                : Ayu
Panggilan Keseharian       : Ayu Molai
Alamat                             : Padang Panjang
Profesi / Pekerjaan           : Pedendang dalam bagurau.


DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adriyetti, dkk. 2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas
University Press.
Bakar, Jamil, dkk. 1981. Sastra Lisan Minangkabau. Jakarta: Pusat Pembinaan dan            Pengembangan Bahasa.
Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar