LAPORAN
PENELITIAN
SASTRA LISAN “BAGURAU”
DI RRI PRO-4
BUKITTINGGI
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
IV (EMPAT)
DELMA
WISKA (1310741011)
NOLA SARI
ENGLA
PERMATA SARI
FAUZIA
RAHMI
AFDAL
ZIKRI
MUHAMAD
IKHWAN
HARRI
SEPTIAN
SASTRA
DAERAH MINANGKABAU
FAKULTAS
ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG
2015
Sastra Lisan Minangkabau
“Bagurau”
Oleh
Delma Wiska, Nola Sari, Engla
Permata Sari, Fauzia Rahmi,
Afdal Zikri, Muhamad
Ikhwan,dan Harri Septian.
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kebudayaan merupakan wujud dari usaha manusia
yang sudah berusaha menggali potensi demi melanjutkan kehidupan. Budaya
diciptakan karena hal tersebut adalah kebutuhan dari manusia. Kebudayaan
sebagai suatu kebutuhan manusia, memiliki arti penting dalam kehidupan
bermasyarakat dan menjadi kontrol bagi masyarakat yang memiliki kebudayaan
tersebut. Indonesia sendiri memiliki beragam kebudayaan, yang disetiap daerah
dengan daerah lainnya memiliki kebudayaan yang khas dan berbeda dengan yang
lainnya.
Sastra lisan merupakan salah satu bentuk
kebudayaan daerah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Di Minangkabau sendiri,
di setiap daerahnya memiliki sastra lisan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
banyak hal, mulai dari kebutuhan, faktor geografis dan faktor lainnya. Sastra
lisan Minangkabau mempunyai semacam arogansi nagari, artinya suatu genre yang
terdapat di suatu daerah tidak biasa dikembangkan didaerah lainnya, tetapi
daerah lain itu dapat mengapresiasi genre itu dengan baik, bahkan mengundangnya
untuk dipertunjukkan didaerahnya (yang bukan daerah asalnya). Contoh dendang pauh , genre ini hanya dikembangkan di Padang
khususnya di daerah Pauah, akan tetapi
mansyarakat minang mengapresiasikan hampir merata. Oleh karena itu, orang
bersedia mengundang dendang pauah ke
nagarinya. Walaupun mereka dapat mendendangkan dendang pauah tersebut tetap ada konsep bahwa dendang pauah tersebut milik orang Padang. (Adriyetti Amir,
dkk:2006:43-44)
Sastra lisan Minangkabau biasanya dapat
disaksikan di lingkungan masyarakat pada malam hari, karena pada malam harilah
masyarakat yang bisa meluangkan waktu setelah bekerja seharian. Namun sekarang
sastra lisan Minangkabau hampir-hampir seremonial yaitu dikeluarkan dan
disampaikan hanya pada waktu upacara tertentu (Jamil Bakar:1981:1). Seperti
halnya sastra lisan bagurau di
Bukittinggi, dapar disaksikan pada setiap minggu pertama pada awal bulan yang
diselenggarakan oleh RRI (Radio Repulbik Indonesia) di Bukittinggi. Adanya bagurau ini merupakan salah satu program
yang dicetuskan oleh RRI pro-4 Bukittinggi. Program ini diadakan salah satu
upaya dari pelestarian sastra lisan Minangkabau, agar tetap bisa dinikmati oleh
penikmat dan masyarakat.
Program tersebut juga penulis saksikan
pada awal Desember, tepatnya 07 Desember 2015. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui, menyaksikan, meneliti, mendapatkan data dan informasi tentang
sastra lisan bagurau ini. Berdasarkan uraian diatas penulis akan
membahas tentang sastra lisan bagurau dengan
pendekatan fungsional.
1.2.Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas yang telah diuraikan, masalah yang akan dibahas yaitu
penerapan teori fungsional terhadap sastra lisan bagurau di RRI pro-4 Bukittinggi.
1.3.Tujuan
Dari rumusan
masalah di atas. Penulis memiliki tujuan dari tulisan ini yaitu, untuk
menjelaskan, mengetahui tentang bagaimana penerapan teori fungsional terhadap
sastra lisan bagurau.
PEMBAHASAN
2.1.
Landasan Teori
Teori
yang penulis pakai yaitu teori fungsional atau fungsi. Teori fungsi dipelopori
oleh para ahli folklor, yaitu William R. Bascom, Alan Dundes, dan Ruth
Finnegan. Masing-masing ahli ini memilki pandangan yang berbeda-beda. Menurut
William R. Bascom sastra lisan memilki empat fungsi, yaitu:
1. sebagai
sebuah bentuk hiburan (as a form of amusement)
2. sebagai
alat pengesahan pranata-pranata dan
lembaga kebudayaan (it plays in validating cultur, in justifying its rituals
and insitution to those who perform and observe them)
3. sebagai
alat pendidikan anak-anak (it plays in education, as pedagogical device)
4. sebagai
alat pemaksa dan pengawaws agar norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh
anggota kolektivanya (maintaining conformity to the accepted patterns of
behavior, as means of applying social pressure and exercising social control).
Namun
menurut Alan Dundes menyatakan beberapa fungsi folklor, yaitu:
1.
membantu pendidikan anak muda ( aiding
in the education of the young)
2.
meningkatkan persaan solidaritas suatu
kelompok (promoting a gruop’s feelling of solidarity)
3.
memberi sangsi sosial agar orang
berprilaku baik atau memberi hukuman (providing socially sanctioned way is for
individuals to act superior to or to censure other individuals)
4.
sebagai sarana kritik sosial ( serving
as a vehicle for social protest)
5.
memberikan sutu pelarian yang
menyenangkan dari kenyataan (offering an enjoyble escape from reality)
6.
mengubah pekerjaan ynag membosankan
menjadi permainan ( converting dull work into play).
Lain
lagi dengan Finnegan beliau berpedanpat bahwa sastra lisan berfungsi sebagai:
1.
senjata yang potensial didalam
memperjuangkan kelas sosial (the class strunggel).
2.
Sebagai carter mistis atau sosiologis
3.
Pengeksperisian solidaritas dan
kewajiban sosial.
4.
Untuk menekankan kekuasaan atau
mengekspresikan pandangan-pandangan minoritas atau kelompok lawan.
5.
Sebagai tindakan sosiabilitas dan sebagai
sarana reakreasi setelah bekerja.
(Setya
Yuwana Sudikan:2001:109-116)
Teori dari Finnegan ini dapat
dipergunakan untuk mengkaji sastra lisan pada zaman penjajahan di Indonesia. Jadi,
teori fungsi ini membahas dan mengkaji tentang bagaimana fungsi dari sastra
lisan dalam masyarakat.
2.2.
Konsep Bagurau
Bagurau
adalah pendendangan pantun-pantun lepas dengan iringan alat musik tiup saluang.
Kadang-kadang genre ini disebut juga dengan
badendang. Sesuai namanya bagurau berarti bergurau, dendangan ini
dilaksanakan untuk bergurau. Pantun yang digunakan terdiri dari sindir
menyindir, keluh kesah, merayu dan lainnya (Adriyetti Amir, dkk:2006:47).
Bagurau
merupakan pertunjukan tradisi yang melibatkan partisipasi penonton atau
khalayak. Dalam pertunjukkan bagurau dilakukan
oleh beberapa pedendang (bisa satu, dua, atau tiga orang pedendang, dan
seterusnya) dan pemain saluang. Namun, pada sekarang ini juga diiringgi dengan orgen, hal ini diungkapkan oleh
narasumber yang berprofesi sebagai pendendang yaitu Ayu Molai. Dalam acara bagurau samalam suntuak di RRI pro-4
Bukittinggi terdapat empat orang pedendang, satu orang pemain saluang, satu
orang pemain orgen dan satu orang tukang hoyak. Tukang hoyak sama dengan pembawa acara dalam bagurau, ia akan
membacakan dan mengatur jalannnya bagurau
dengan tuturan-tuturan yang ia ucapkan. Bagurau
biasa dilakukan pada malam hari,biasanya mulai sekitar jam 22.00 Wib sampai
jam 03.00 Wib, namun pada pertunjukkan di RRI pro-4 Bukittinggi dipercepat
menjadi jam 21.00 Wib dikarenakan banyak faktor.
Sesuai
dengan yang penulis saksikan bagurau yang
dilaksanakan RRI pro-4 Bukittinggi. Bahwa
dalam pertunjukkan bagurau lagu atau pantun-pantun yang akan dilontarkan
atau diucapkan oleh pedendang dapat
dipesan. Caranya dengan menuliskan apa yang dikehandaki dan membayar atau bisa
menyelipkan uang pada kertas tersebut
dan diberikan pada tukang hoyak, disinilah
terlihat partisipasi atau keikutsertaan penonton (khalayak) dengan pertunjukkan
ini. Dalam pertunjukkan tersebut topik yang
dibahas bermacam-macam, mulai dari tentang berita terhangat pada saat itu dan
lainnya. Topik gurauan yang dipakai pada satu pertunjukkan bisa banyak, sesuai
dengan pesan dari pendengar. Pesan dari
pendengar nanti akan dijawab oleh pedendang dengan lagu-lagu atau pantun yang
dinyanyikan. Didalam pesan tersebut khalayak bisa meminta apa saja, seperti me-request lagu, berpantun, bertanya kepada
pedendang, bertanya pada tukang hoyak
dan lainnya.
Seorang
pedendang biasanya memiliki buku, dimana dalam buku tersebut tertulis
pantun-pantun (lagu) panjang, seperti lagu kinali, pantun mangun-mangun, pantun
singgalang dan lainnya, dan selanjutnya pantun ini dinyanyikan. Lagu-lagu ini
bisa di reguest oleh khalayak dengan
menulis pesan di kertas. Pesan yang ditulis oleh khalayak pada kertas yang
telah disediakan nanti akan dijawab oleh pedendang dengan pantun secara
spontan.
Pantun
atau lagu yang dimainkan akan menimbulkan candaan, tawa dan kesenangan
tersendiri oleh khalayak. Memang inilah salah satu fungsi dari adanya sastra lisan yang ber-genre bagurau ini, untuk menghibur masyarakat. Sesuai dengan yang penulis
saksikan yang menghadiri dan menyaksikan bagurau
samalam suntuak ini kebanyakan
adalah kaum laki-laki terutama bapak-bapak, hanya beberapa orang dari kaum perempuan
dan sedikit kaum muda yang menyaksikan.
2.3.
Penerapan Teori Fungsi pada Sastra Lisan Bagurau
Fungsi
pertunjukan Sastra Lisan seperti, sebagai alat pendidikan pada masyarakat,
sebagai alat untuk silaturahmi, sebagai alat penyampai protes, sebagai alat
pemaksaan tegaknya norma (kontrol sosial), sebagai penyalur pendapat dan
lainnnya. Fungsi-fungsi diatas berlaku juga untuk sastra lisan bagurau, yang dilaksanakan di RRI pro-4
Bukittinggi, tanggal 07 Desember 2015.
Sebagai
alat pendidikan pada masyarakat. Bagurau sebagai
sarana pendidikan masyarakat, pesan-pesan pendidikan ini tersirat, hal ini dapat
dilihat dari lirik-lirik pantun yang didendangkan oleh pedendang dan pesan dari
khalayak. Dalam liriknya dapat kita
lihat ada pengajaran bagaimana tutur atau bahasa orang Minang seharusnya.
Dimana masyarakat Minangkabau terkenal akan sopan santun dalam berbicara,
seperti pantun berikut:
Cupak panuah gantang balanjuang
Ka cupak urang ka tigo luhak
Jatuah ka Alam Minangkabau
Hanyo sambah salam dianjuang
Rila jo maaf kami mintak
Ukua jo jangko kok talampau
Dari
enam baris pantun ini bisa kita lihat bahwa, tuturan yang didendangkan oleh
pedendang sangat sopan, mulai dari sambah salam sampai pada permohonan maaf (Hanyo
sambah salam dianjuang dan Rila jo
maaf kami mintak). Dari sini bisa dilihat bahwa hal ini bisa dijadikan
pelajaran, sikap dan tuturan orang Minang haruslah sopan dan mengajarkan keramahan
berbahasa. Sehingga dengan adanya pengajaran yang seperti ini tidak ada orang
yang tersakiti oleh ucapan orang lain.
Selain
itu pesan tersirat dalam hal pendidikan bisa kita lihat pada bidang agama,
dimana terdapat lirik-lirik pantun yang berhubungan dengan itu. Seperti pada
lirik:
Pado iduik maracun hati
Labiah elok sarahan ka nan
satu..oiiii...oiiii
Selanjutnya
pesan dari khalayak, yang berbunyi:
Pantun ditujukan ka nan basamo
.......dalam syarak lai basuo
Layia kadalam undang-undang
Adat jo syarak lai bajawek
Dalam paraturan lai basuo
Dilarang bamain judi
Nan labiah bana hiduik takabua
Bajua bali nan disuruah dalam slam
Sapanjang iko pituahnyo
Pesan
diatas sangat jelas sekali, bahwa kepada yang satu kita berserah diri (Labiah elok sarahan ka nan satu) dan
pantangan serta suruhan dalam islam dijelaskan dalam pesan diatas.
Selanjutnya
sastra lisan bagurau sebagai hiburan
masyarakat. Sepanjang hari sibuk akan aktivitas keseharian, masyarakat tentu butuh
hiburan atau refresing. Dengan itu
terciptalah sastra lisan bagurau ini,
dari namanya saja “bagurau” berarti bergurau (berkelakar). Dari adanya
sastra lisan bagurau ini terciptalah
tawa dan canda, tawa dan canda ini bisa dilihat dari berbalas pantun antara
pendendang, tukang hoyak dengan khalayak (masyarakat yang menyaksikan
pertunjukkan) ataupun balas pantun antara khalayak dengan khalayak yang nanti
pantun ini akan dibacakan oleh tukang hoyak. Seperti pesan yang dibacakan oleh
tukang hoyak dari khalayak yang berbunyi,
Dari .....
Bapasan ka pak dosen Khairil Anwar malalui
pantun
Lah duo musim bungo mawar
Ditanam pukua satu
Kaempek jo siburuang pipik
Bapasan ka pak dosen khairil anwar
Kalau bang indra jadi guru
Raso bagulo kopi paik
Pesan
diatas adalah salah satu pesan yang menimbulkan canda tawa khalayak pada
kata-kata Kalau bang indra jadi guru,
raso bagulo kopi paik, kenapa menimbulkan tawa? Karena biasanya gula terasa
manis, dan jika bang indra menjadi guru berarti bakcando rasa gula seperti kopi yang pahit.
Selanjutnya
ada pesan dari khalayak, yang berbunyi:
........sajak bang indra jadi dosen, banyak
mahasiswanyo S3 di Mentawai, karajonyo sabananyo mambuek toga.
Selanjutnya,
Salam untuak dunsanak kasadonyo, salamek
bagurau samalam suntuak, dipapanjang lagu nan sabanta ko dek uni yang babaju
batiak. Salam untuak uni nan babaju batiak kamek uni nampak dek awak, uni
sarupo antena tivi nampak dek awak, kok ndak ado uni kabua panangan adiak
deknyo uni.
Pesan
diatas juga menimbulkan tawa saat pertunjukan di RRI pro-4 Bukittinggi.
Fungsi
selanjutnya sebagai pengikat silaturahmi sesama pagurau. Hal ini sangat
terlihat saat pertunjukkan bagurau,
dimana semua khalayak duduk bersama, berbincang-bincang dan menikmati
pertunjukan tanpa melihat adanya perbedaan. Selain itu, dalam pertunjukan ini
bertema:
“Bagurau samalam suntuak, melalui
bagurau kito jalin silaturrahmi sasamo urang pagurau”
Dari
tema ini saja bisa kita tafsirkan bahwa bagurau ini berfungsi sebagai jembatan
mempererat silaturrahmi sesama pegurau. Dan dengan adanya tawa dari para
khalayak juga mempererat silaturrahmi dengan sesamanya. Sehingga setiap ada
pertunjukkan bagurau khalayak
senantiasa hadir dan bertemu dengan sesama pecinta bagurau dan menikmati pertunjukan.
Fungsi
lainnya yaitu sebagai protes sosial atau kritik sosial dan ungkapan pendapat
dari khalayak terhadap isu-isu yang berkembang. Sepeti pada pertunjukan di RRI
pro-4 Bukittinggi yang juga membahas tentang partai-partai. Partai-partai ini
disebutkan dan menjadi gurauan karena dua hari lagi akan dilaksanakan PEMILU sehingga topik pemilu juga hadir
dalam pertunjukan di RRI pro-4 Bukittinggi.
Itulah
sedikit dari banyaknya fungsi yang bisa dilihat dari pertunjukkan bagurau , khususnya di RRI pro-4 Bukittinggi.
Sangat banyak makna tersirat dalam pertunjukkan bagurau.
Keterangan: Dokumentasi pertunjukan bagurau di RRI pro-4 Bukitinggi,
Senin, 07 Desember 2015.
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Bagurau
adalah
salah satu sastra lisan yang ada di Minangkabau. Didalam pertunjukkan bagurau terdapat pedendang, tukang
hoyak, pemain saluang dan kini juga disertai dengan pemain orgen. Bagurau biasa
dimulai dari pukul 21.00 Wib sampai 03.00 Wib. Dalam tulisan ini menggunakan
teori fungsi, dimana teori ini mengkaji tentang fungsi-fungsi yang terdapat
dalam pertunjukan bagurau.
Fungsi-fungsi bagurau ini sangat
banyak, seperti sebagai saran pendidikan, sebagai sarana hiburan, dan sebagai
sarana protes sosial.
3.2.
Kritik dan Saran
Dengan adanya tulisan ini semoga ada
penelitian lebih lanjut mengenai topik ini. Penulis menyadari dalam tulisan ini
terdapat banyak kesalahan , baik dalm penyusunan maupun penulisan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
sempurnanya tulisan ini.
3.3.
Informan
Nama
Informan : Ayu
Panggilan
Keseharian : Ayu Molai
Alamat : Padang Panjang
Profesi
/ Pekerjaan : Pedendang dalam bagurau.
DAFTAR
PUSTAKA
Amir, Adriyetti, dkk.
2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang:
Andalas
University
Press.
Bakar, Jamil, dkk.
1981. Sastra Lisan Minangkabau. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Sudikan, Setya Yuwana.
2001. Metode Penelitian Sastra Lisan.
Surabaya: Citra Wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar