MAKALAH
DIALEKTOLOGI
CIRI,
PEMBEDA DAN PENENTU DIALEK
DISUSUN OLEH :
DELMA
WISKA (1310741011)
JEPRI PERNANDA (121074 )
SAPRI FEBRIAN (121074 )
JULISMAN (121074 )
SASTRA DAERAH MINANGKABAU
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini merupakan tugas pada mata kuliah Dialektologi, salah satu mata
kuliah pada program studi Sastra Daerah Minangkabau.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah penulis. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Orang Tua yang selalu memberi banyak motivasi.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesain makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan , baik
dalam penyusunan maupun penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar sempurnanya makalah ini.
Padang,
27 September 2015
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dialek
atau dialect berasal dari bahasa Yunani dialektos. Kata dialektos digunakan
untuk menunjuk pada keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan
perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang mereka gunakan. Dialek adalah
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda
dari satu tempat wilayah atau area tertentu. Dialek dibedakan berdasarkan kosa
kata, tata bahasa, dan pengucapan. Jika pembedaannya hanya berdasarkan
pengucapan, maka disebut aksen. Dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi
bahasa dari sekelompok penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lain
berdasarkan atas letak geografis, faktor sosial, status sosial dan lain-lain.
Dialektologi
merupakan cabang linguistik yang mempelajari variasi bahasa. Yang dimaksud
dengan variasi bahasa adalah perbedaan-perbedaan bentuk yang terdapat dalam
suatu bahasa. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup semua unsur kebahasaan,
yaitu fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis, dan semantik.
Dalam bidang
fonologi, perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan bunyi (lafal) dan dapat
pula berupa perbedaan fonem. Dalam bidang morfologi perbedaan tersebut
dapat berupa afiks (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks), pronominal, atau
kata penunjuk. Dalam bidang sintaksis, perbedaan itu berupa struktur kalimat
atau struktur frasa. Dan dalam bidang semantik, perbedaan itu berupa makna,
tetapi makna tersebut masih berhubungan atau masih mempunyai pertalian, makna
yang digunakan pada titik pengamatan tertentu dengan makna yang digunakan pada
titi pengamatan yang lainnya masih berhubungan. Penjelasan diatas akan lebih
dijelaskan pada Bab II (Pembahasan).
BAB II
PEMBAHASAN
CIRI, PEMBEDA DAN PENENTU DIALEK
A.
Ciri-Ciri
Dialek
Menurut Meillet, ada 2 ciri yang dimiliki dialek,yaitu:
1.
Dialek ialah
seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri
umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran
lain dari bahasa yang sama.
2.
Dialek tidak harus
mengambil semua bentuk ujaran dari bahasa.
Ayatroheadi
mengemukakan pendapat Meillet bahwa di Yunani terapat perbedaan-perbedaan kecil
di dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendukungnya masing-masing, teteapi
sedemikian jauh hal tersebut tidak samapai menyebabkan mereka merasa mempunyai
bahasa yang berbeda . Perbedaan itu tidak mencegah mereka untuk secara
keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama.
B.
Pembeda dan
Penentu Dialek
Setiap dialek memiliki
perbedaan, dialek suatu daerah berbeda dengan dialek daerah lainnya meskipun
rumpun bahasa yang digunakan adalah sama. Misalkan dialek Agam akan berbeda
dengan dialek Tanah Datar begitu juga dengan dialek Lima Puluah Kota dan dialek
Pesisir. Menurut Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa , perbedaan dialek
pada garis besarnya dapat dibagi menjadi lima macam. Kelima macam pembedaan itu
ialah sebagai berikut:
a. Perbedaan fonetik
Perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya si pemakai dialek atau
bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.
Contoh:
Boreh dengan bareh
Dari contoh diatas yang membedakan hanya huruf O dengan A . Walaupun
pengucapannya berbeda atau bunyi yang dikeluarkan dari kata tersebut terdengar
sedikit berbeda, namun tetap memiliki makna yang sama.
b. Perbedaan semantik
Perbedaan semantik merujuk kepada terciptanya kata-kata baru, berdasarkan
perubahan fonologi dan geseran bentuk. Peristiwa tersebut biasanya terjadi
geseran makna kata. Geseran tersebut bertalian dengan dua corak makna, yaitu:
1) Pemberian nama yang berbeda untuk lambang yang sama di beberapa tempat yang
berbeda atau biasa disebut sinonim.
Contoh:
Balai
Pasa
Pakan
Ketiga kata ini memiliki makna yang sama, namun ketiga kata ini merujuk
pada satu makna yaitu pasar.
2) Pemberian nama sama untuk hal yang
berbeda di beberapa tempat yang berbeda atau biasa disebut homonim.
Contoh:
Kata Belanda merujuk pada beberapa makna:
Yang pertama bisa merujuk kepada
nama negara,
Kedua bisa merujuk pada nama buah, yaitu Buah Durian Belanda / Balando.
c. Perbedaan onomasiologis
Perbedaan onomasiologis merujuk pada nama yang berbeda berdasarkan satu
konsep, yang diberikan di beberapa tempat yang berbeda.
Contoh:
Kapelo
Sampelo
Kapayo
Santuka
Kaliki
Kata diatas hanya merujuk pada suatu benda atau nama buah yaitu pepaya.
Ciek
Oso
Aso
Incay
Sobijit
Suah
Kata diatas juga merujuk pada suatu kata yang sama yaitu menyatakan kata satu.
d. Perbedaan semasiologis
Semasiologis merujuk kepada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep
yang berbeda.
Contoh:
Kata Belanda merujuk pada beberapa makna:
Yang pertama bisa merujuk kepada
nama negara,
Kedua bisa merujuk pada nama buah, yaitu Buah Durian Belanda / Balando.
Nama atau kata Aceh bisa merujuk kebeberapa makna atau maksud,
yaitu:
Pertama nama daerah di ujung Sumatera.
Kedua nama sebuah bahasa yang dimiliki oleh orang Aceh.
Dan lainnya.
e. Perbedaan morfologis
Perbedaan morfologis merujuk pada
sistem tata bahasa yang bersangkutan melalui proses morfologis, seperti
afiksasi, reduplikasi, suplisi dan lainnya.
Contoh:
Kata main
Dan kata ba-main
Terdapat penambahan surfiks ba- pada nomina main,
akan teapi penambahan surfiks ba- tidak mengubah kelas katanya,
begitupun dengan kata-kata dibawah ini:
Imbau <-> Ma-imbau
Nangi <-> ma-nangi
Cilok <-> mancilok
Danga <-> mandanga
Kirok <-> bakirok
DAFTAR PUSTAKA
Nadra. 2006. Rekonstruksi Bahasa Minangkabau. Padang:
Andalas University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar